Latest News

Konflik Di Kawasan Kerja, Lakukan 5 Langkah Ini

-- Perbedaan pendapat dan argumen di daerah kerja niscaya terjadi bahkan di kantor yang paling santai sekalipun. Walaupun para profesional HR merupakan penjaga gerbang (gatekeeper) dari sebuah perusahaan, mereka perlu mempunyai kemampuan untuk juga memainkan tugas sebagai perantara dan penjaga perdamaian (peacekeeper).
    Dari aneka macam kepribadian karyawan dan gaya kerja yang berbeda sampai politik kantor yang berbahaya, para profesional HR harus bisa menuntaskan semua bentuk konflik di kantor secara damai.

Apa itu administrasi konflik?
Manajemen konflik yakni salah satu keterampilan terpenting yang harus dimiliki para profesional HR untuk menangani dan menuntaskan konflik dan perselisihan dengan cara yang efisien, adil dan masuk nalar namun tetap tidak memihak.

Bagaimana cara menangani konflik di daerah kerja? JobStreet dot com menyebarkan 5 kiat dan taktik yang sanggup dipakai oleh profesional HR untuk menuntaskan konflik di daerah kerja.

1. Telinga yang mendengarkan
Ketika menuntaskan dilema di daerah kerja, penting untuk memahami akar penyebab konflik. Hal ini sanggup dilakukan dengan bertemu dengan kedua belah pihak secara terpisah dan menjaga kerahasiaan atau konfidensial serta berbicara kepada pihak yang dirugikan. Selain memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melampiaskan rasa frustrasi mereka secara sehat, HRD juga menerima gosip mendalam wacana akar penyebab dilema yang mendasarinya.

Dari situlah, rencana dan tindakan sanggup dibentuk untuk menuntaskan dilema secara tenang untuk kedua belah pihak. Kadang-kadang, konflik sanggup dengan gampang diselesaikan dengan memperlihatkan pihak yang dirugikan sebuah kesempatan untuk mendiskusikan masalahnya.

2. Menjaga pintu tetap terbuka
Pihak yang dirugikan bisa merasa sangat putus asa ketika mengangkat sebuah dilema kepada HRD hanya untuk diabaikan atau diminta pergi. HRD sering berurusan dengan banyak undangan dalam satu waktu dan mungkin terpengaruhi untuk mengabaikan keluhan karyawan alasannya yakni menganggap itu hanya keluhan biasa. Dalam banyak situasi, para profesional HR dianggap "lepas" (disconnected) dari tenaga kerja yang seharusnya mereka wakili.

Hal ini sebaiknya tidak terjadi alasannya yakni karyawan yang tidak senang sanggup dengan gampang kehilangan motivasi yang dalam jangka panjang akan menjadi karyawan yang beracun (toxic employees) dan turnover karyawan menjadi lebih tinggi. Karyawan beracun tidak hanya sulit diatur, tetapi mereka juga bisa menabur ketidakharmonisan dalam perusahaan yang sanggup menimbulkan dilema yang jauh lebih besar.

Oleh alasannya yakni itu, para profesional HR harus mengadopsi kebijakan pintu terbuka (open door policy) ketika berhadapan dengan karyawan. Hal ini tidak hanya mengirim pesan faktual kepada karyawan yang lain, tetapi juga menjaga semoga HRD tetap mendengarkan apa yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, HRD akan sanggup dengan gampang mengidentifikasi karyawan yang bermasalah atau dilema lainnya terkait administrasi talent di dalam perusahaan.

3. Ketidakberpihakan
HRD biasanya merupakan daerah proteksi terakhir bagi karyawan. Kita menyadari bahwa, tidak ada yang suka mengunjungi departemen HR. Dengan demikian, ketika menuntaskan konflik di daerah kerja, para profesional HR harus benar-benar tidak bias dan obyektif setiap ketika terlepas dari keadaan konflik.

Di negara-negara Asia, ada hukum tak tertulis di antara karyawan bahwa staf ingusan akan selalu diminta untuk mengalah ketika berurusan dengan staf yang lebih senior. Seringkali, ini sanggup menimbulkan bullying di daerah kerja di mana karyawan yang lebih senior menyalahgunakan wewenangnya untuk mengintimidasi atau merepotkan karyawan junior.
Daripada menyalahkan karyawan ingusan demi staf yang lebih senior, profesional HR harus bertemu dengan kedua belah pihak secara terpisah untuk lebih memahami dilema yang dihadapi. Jika karyawan senior bersalah, profesional HR harus menghadapinya secara pribadi dan memberi tahu mereka bahwa dibutuhkan perubahan perilaku.
 
4. Fokus pada dilema bukan orangnya

Ketika berhadapan dengan dilema yang sangat menjengkelkan atau karyawan yang sulit, bahkan profesional HR yang paling berpengalaman pun akan kesulitan menjaga ketenangannya dan mungkin terpengaruhi untuk bereaksi dengan cara yang negatif. Namun, menjaga emosi tetap stabil sangatlah penting ketika menuntaskan konflik.

Para profesional HR harus selalu mengingat bahwa sikap atau tindakan negatif tidak selalu merupakan hasil dari niat buruk atau jahat; sikap ibarat itu bisa jadi hasil dari rasa takut, kebingungan, kemarahan, kebiasaan, dll. Jadi, ketika bertemu dengan pihak yang terlibat, selalu ingat untuk tetap tenang dan berkepala hambar kalau situasinya menjadi berat.

5. Mengetahui kapan harus menyerah

Ada saatnya ketika bahkan upaya manajer HR yang paling terampil atau berpengalaman pun menemui jalan buntu. Profesional HR mungkin berurusan dengan individu yang mempunyai dilema psikologis yang memerlukan dukungan professional, atau berhadapan dengan individu yang tidak mempunyai impian untuk menuntaskan konflik.

Hal ini juga berlaku ketika telah terjadi kekerasan fisik atau bahkan mulai terlihat indikasinya. Dalam situasi ibarat itu, tidak peduli keterampilan, kemampuan, maupun posisinya, karyawan tersebut harus segera diberhentikan untuk memastikan keselamatan semua pihak yang terlibat.

Meskipun tidak ada yang suka berurusan dengan konflik, 5 kiat ini sanggup membantu Anda meningkatkan kemampuan administrasi konflik di daerah kerja.

0 Response to "Konflik Di Kawasan Kerja, Lakukan 5 Langkah Ini"

Total Pageviews